Kerja cinta memang mengikat. Mengikat antara dua insan sehingga menjadi sepasang kekasih. Mengikat dua insan sehingga menjadi saudara. Mengikat dua insan sehingga menjadi sahabat. Semua bisa seperti itu karena kerja cinta.
Dalam kehidupan berumah tangga, cinta perlu dihadirkan di sana. Bukan hanya memberi warna, namun juga menjadi ruh yang senantiasa menjaga nadi pernikahan agar tetap berdenyut. Jika cinta sudah tak ada, maka biasanya selesailah sebuah rumah tangga, karena tak ada lagi kekuatan yang mendorong masing-masing untuk tetap bersama atas nama cinta.
Perselisihan bukanlah akhir dari segalanya di antara kita
Berapa banyak perselisihan yang justru melahirkan kebersamaan
Kalimat syair di atas hanya akan terjadi jika masih ada cinta yang terus bekerja dan menyemai antara seseorang dengan pasangannya.
Namun, melihat dimensi keagungan cinta, apakah ia sudah merupakan segalanya dalam kehidupan rumah tangga kita?
Perlu kita sadari, bahwa keluarga muslim adalah keluarga yang berorientasi akhirat. Artinya, kebersamaan bersama dengan pasangan kita tentu juga harus diorientasikan jauh ke akhirat sana. Bukan hanya sebatas kehidupan dunia saja. Ketika jiwa meregang nyawa kemudian kebersamaan menjadi selesai begitu saja. Namun kebersamaan di sini harus berujung kebersamaan kelak di surga.
Apakah cinta saja mampu menyatukan kita dengan pasangan kita kelak di akhirat? Mari kita simak baik-baik firman Allah Ta'ala, "Orang yang saling mencintai pada hari itu sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf [43] : 67)
Kata Al-Akhillaa' (Orang-orang yang mencintai) berasal dari kata al-khullah (cinta). Namun kata khullah ini artinya adalah cinta yang bukan hanya sekedar cinta. Khullah artinya adalah cinta yang begitu dalam dan besar. Karena itulah Nabi Ibrahim 'alaihis salam mendapatkan gelar Al-khalil (Kekasih Allah).
Akan tetapi, meskipun mereka di dunia memiliki kualitas cinta yang luar biasa, ternyata itu tidak cukup untuk membuat mereka bisa bersanding di surga. Tentu ada kekuatan lain, selain cinta, yang bisa menyatukan kita dengan pasangan kita kelak di Surga. Apa kekuatan itu?
Allah mengatakan, "kecuali orang-orang yang bertakwa." Artinya, orang-orang yang bertakwa mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan estafet cintanya sampai kelak di Surga. Pasangan Suami-Istri yang bertakwa kelak akan terus memadu cinta sampai ke Surga.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Itu karena mereka melandaskan cinta mereka kepada pasangannya di atas pondasi ketakwaan kepada Allah Ta'ala. Bangunan rumah tangga Muslim memang harus berdiri di atas pondasi takwa. Adapun cinta, tempatkan ia sebagaimana bidangnya, mengikat dan menyatukan kita dengan pasangan kita. Karena itu memang kerja cinta, bukan sebagai pondasi. Pondasinya adalah takwa. Jika itu tidak kita lakukan, maka bangunan rumah tangga kita terlalu 'ringkih' dan lemah untuk sanggup menopang kebersamaan sampai kelak di Surga.
Allah Ta'ala berfirman, "Maka, apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas pondasi takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang baik? Ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunan itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. At-Taubah [9] : 109)
Ayat di atas sebenarnya berbicara tentang masjid Dhirar, sebuah masjid yang dibangun oleh orang-orang kafir dengan tujuan untuk memata-matai ummat Islam di awal-awal hijrah ke Madinah. Sehingga kata bangunan itu berarti masjid. Namun, kata bangunan tersebut bisa kita kiaskan ke semua bentuk bangunan, termasuk bangunan rumah tangga.
Sebuah rumah tangga yang dibangun di atas pondasi takwa akan hidup nuansa kebaikan di dalamnya. Mereka akan saling mengingatkan untuk senantiasa meniti jalur keta'atan kepada Allah. Bila pasangan khilaf dan kurang maksimal dalam beribadah kepada Allah, maka ia mengingatkannya dan memotivasinya agar terus meningkatkan kualitas ibadahnya.
Inilah cinta yang hakiki. Cinta di atas pilar takwa. Cinta yang membuat seorang Suami tidak tega jika istrinya kelak sengsara di akhirat. Cinta yang membuat seorang Istri tidak rela jika Suaminya kelak dijadikan bahan bakar api Neraka. Sehingga kekuatan takwalah yang kini bicara.
Kekuatan takwa yang akan mendorong Istri untuk selalu ta'at kepada Suami. Kekuatan takwa yang akan membuat Suami selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk masa depan akhirat Istri. Konteks bicaranya adalah akhirat. Sehingga jarum kompas biduk rumah tangga selalu diarahkan ke sana.
Untuk keluarga yang seperti ini, kelak Allah akan berkata kepada mereka, "Masuklah kamu ke dalam surga dan isteri-isterimu (lalu) kamu akan dimuliakan." (QS. Az-Zukhruf [9] : 70)
Ar-Razi mengatakan, kata tuhbaruun (kamu akan dimuliakan), maksudnya kemuliaan disitu bukan hanya sekedar 'ikram' (kemuliaan biasa), tapi kemuliaan yang benar-benar dilebihkan. Hal itu diperkuat dengan penjelasan ayat setelahnya tentang bagaimana orang-orang bertakwa diperlakukan di Surga, "Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas dan cangkir-cangkir. Di dalam Surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata, dan kamu akan kekal di dalamnya. Dan itulah Surga yang diwariskan kepadamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebagiannya kamu makan." (QS. Az-Zukhruf [9] : 71-73)
Ternyata, ada kekuatan yang lebih dahsyat dari cinta. Kekuatan takwa. Sehingga sangatlah layak jika kita sampaikan risalah hati kita kepada pasangan kita. Bunyinya,
Cintaku kepadamu menjadi tidak berarti
Jika tidak melahirkan rasa takut pada Ilahi
Biarkan cinta tetap bersemi. Biarkan takwa selalu memberi arti. Karena sesungguhnya aku ingin kita kelak tetap bisa bersama sampai meraih Surga-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar