"Bila kamu bersyukur maka Aku pasti menambahkan (nikmat). Tapi bila kamu mengingkarinya (kufur nikmat), maka azabKu sangat pedih." (Al Qur'an, surat Ibrahim)
Rasululullah saw berpesan bahwa mereka yang mensyukuri sedikit akan mensyukuri yang banyak. "Lihatlah yang dibawahmu, jangan lihat yang di atasmu ('masalah dunia')", sabda Rasulullah.
Kata syukur memang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Tidak banyak orang yang mau mensyukuri hidupnya --keluarganya, rumahnya, kendaraannya dan lain-lain. Kebanyakan manusia iri hati atau panas jiwanya ketika melihat orang lain lebih kaya, lebih tinggi jabatannya, lebih mewah rumahnya, lebih mentereng mobilnya dan lain-lain. Jarang manusia yang bisa mengerem syahwat dunia ini.
Termasuk mensyukuri kondisi tubuhnya. Para wanita biasanya --lelaki juga tidak sedikit yang demikian-- bila melihat wanita lain yang lebih cantik atau lebih indah tubuhnya dari dirinya, biasanya iri hati atau minder. Mereka suka bergosip tentang hal-hal yang berkaitan dengan tubuh ini.
Tentu hal yang wajar bila wanita ingin tampil cantik, punya tubuh indah dan lain-lain. Mungkin naluri wanita begitu. Karena saya tidak pernah jadi wanita jadi bisa persis merasakannya he he he. Tapi keinginan hal-hal fisik itu seringkali mengalahkan akalnya. Hingga mereka --kadang-kadang laki-laki juga-- melakukan bedah plastik ke muda, payudara, pinggul dan lain-lain. Jadi mereka mengukurkan kepercayaan dirinya pada hal-hal fisik, bukan pada akalnya. Bukan pada pemikiran yang diyakininya.
Faham kapitalis (termasuk femisnisme), memang mengondisikan wanita khawatir berlebihan terhadap fisiknya. Feminisme yang seolah-olah mengangkat derajat perempuan dengan faham emansipasinya, sejujurnya juga telah meletakkan perempuan pada posisi yang sangat rendah. Kaum feminis tidak mengharamkan miss universe, perzinahan dan pameran-pameran tubuh perempuan. Kaum feminis selalu menginginkan kesamaan derajat pada semua bidang dengan laki-laki. Baik dalam bidang politik, budaya, ekonomi, keamanan (ya atau nggak ya) dan lain-lain. Feminis ekstrim karena nafsu 'bencinya yang tinggi kepada laki-laki' bahkan mengharamkan keluarga, membolehkan homoseksual dan kerusakan-kerusakan model hubungan badan laki-laki perempuan lainnya. Maka jangan heran sewaktu UU Pornografi dan Pornoaksi mau disahkan DPR, kaum feminis di Indonesia 'paling lantang' menyerangnya.
Begitulah orang yang menyalahi kodratnya sebagai manusia. Mereka tidak bersyukur menjadi manusia apakah laki-laki atau perempuan. Bila rasa syukur didahulukan, maka perempuan dan laki-laki akan bekerjasama erat bagaimana membangun diri mereka, mulai dari individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Tapi kalau nafsu irihatinya didulukan, maka yang terjadi adalah saling menjatuhkan. Simbiosis parasitisme bukan simbiosis mutualisme. Dan celakanya he he dalam sejarah pertarungan 'genderisme' ini, wanita yang banyak dieksploitasi oleh laki-laki. Meski dalam kehidupan politik atau keluarga kadangkala wanita lebih merajai dari laki-laki di rumahnya (nggak semuanya lho). Beberapa tokoh politik penting di negeri ini, kabarnya begitu. Si istri lebih berkuasa daripada sang suami. Maka ada sinetron Laki-Laki Takut Sama Istri.
Maka sebagai perempuan atau laki-laki, kita mesti bersyukur masih punya mata (yang masih punya), masih punya telinga, punya tangan, kaki dan terutama otak yang sehat. Bayangkan kalau kita buta, bisu atau tuli betapa susahnya hidup kita. Karena itu pesan Rasulullah saw dalam masalah ini, untuk selalu melihat yang lebih bawah dari kita, harus senantiasa kita camkan dan pegang erat-erat dalam jiwa kita , sehingga nafsu berbahaya iri hati ini bisa kita hilangkan. Ketika nafsu ini timbul, selekasnya kita istighfar atau menyebut asma Allah (berdzikir). Karena selain nafsu iri hati suka membisiki telinga kita, syetan juga suka meniup-niup otak kita untuk berbuat kerusakan.
Bila kita mensyukuri kepada Allah SWT, atas nikmat-nikmatnya yang diberikan pada tubuh kita, insya Allah hidup kita akan bahagia. Tenang wajah tidak setampan Richard Gere. Tenang muka tidak secantik Angelina Jolie dan seterusnya.
Cara bersyukur adalah dengan banyak ibadah kepada Allah SWT, dengan banyak shalat, membaca Al Qur'an (dan memahami makna-maknanya), mencari ilmu dan lain-lain. Atau memperbanyak kegiatan-kegiatan muamalat dengan manusia, seperti membantu orang miskin, mengajarkan kelebihan ilmu yang dimiliki, menolong orang lain yang kesusahan dan lain-lain. Bila hidup kita fokus kepada hal-hal ini --ibadah dan amal shaleh--, maka kita tidak khawatir terhadap kondisi tubuh. Mau tinggi, mau pendek, mau gembrot, mau kurus, mau cantik, mau biasa saja dan lain-lain.
Dan manusia, bila kita banyak bergaul dengan mereka, maka kita akan merasakan bila kita bergaul dengan orang yang bagus perilakunya. Enak diajak ngomong, hormat pada lawan bicara dan lain-lain. Ketika kita ngobrol dengan orang, maka kita tidak peduli apakah ia tampan atau jelek, apakah ia cantik atau tidak dan seterusnya. Meski pertamanya mungkin saja orang akan senang dengan ketampanan dan kecantikan, tapi berikutnya orang tidak peduli dengan semua itu. Untuk apa cantik kalau diajak ngomong nggak nyambung misalnya. Untuk apa tampan kalau diajak ngobrol diam saja dan seterusnya (tentu anda akan ngomong yang paling enak ngobrol dengan orang tampan dan gadis cantik yang nyambung diajak ngobrol he he he).
Kalau sudah begini itu namanya takdir. Takdir Richard Gere atau Jolie, tampan atau cantik karena lahir dari orang tua yang tampan dan cantik. Mereka tidak pernah bisa memilih lahir tampan, cantik atau biasa saja. Maka jangan lombakan hal-hal yang berkenaan dengan takdir yang 'tidak bisa diubah'. Kasihan banyak orang lain akan irihati atau minder.
Dan itulah pentingnya iman kepada takdir. Qadha' (keputusan-keputusan dari Allah SWT yang manusia tidak ikut campur dengannya) dan Qadar (khasiyat atau ciri khas masing benda atau tubuh manusia. Seperti api membakar, telinga mendengar bukan melihat, otak untuk berfikir dll) kepada Allah SWT. Rukun iman keenam ini. Kita lahir di Indonesia, dua artis itu lahir di Amerika (?) itu takdir. Kita tidak pernah bisa memilih lahir dimana dan siapa orang tua kita.
Dalam masalah takdir, maka manusia tidak dikenakan pahala dan dosa. Karena ia tidak bisa memilihnya. Dosa dan pahala dikenakan pada kita, pada bidang-bidang yang kita bisa memilihnya. Misalnya hari ini kita mau minum alkohol atau sprite, mau mencuri atau sedekah, mau shalat atau tidur, mau membunuh atau memijat, mau menyanyi atau menggosip (menebar fotnah) dan seterusnya.
"Maka Aku Ilhamkan jalan kekejian (fujur) dan taqwa. Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya dan sungguh merugi orang yang mengotori dirinya." Wallaahu ghafuurur rahiim. (Nuim Hidayat)
Selasa, 20 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar