Oleh: Umar Halim*
*(Mahasiswa Magister pada Program Media & Komunikasi, Universiti Kebangsaan Malaysia & Koord. Program Center for Cross-Cultural Communication and Human Relation in Action)
Ketika para pembaca melihat judul tulisan ini mungkin anda akan bertanya-tanya, mengapa Indonesia yang dipimpin oleh sebagian orang yang kurang amanah, dapat mengemban tanggung jawab yang begitu besar terhadap nasib umat Islam di seluruh penjuru dunia? Apakah karena Indonesia menjadi negara terbesar di dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim? Pernyataan yang tepat untuk menjawabnya adalah karena Indonesia akan menjadi tuan rumah atas terselenggaranya Konferensi Media Islam Internasional (KMII) pada tanggal 12-16 Desember 2011.
KMII rencananya akan dibuka di Jakarta oleh Wakil Presiden RI, Bapak Prof. Dr. Budiyono, pada tanggal 13 Desember 2011 (www.kemenag.go.id). Acara yang disponsori oleh Kementerian Agama RI dan Rabitah al-Islami ini rencananya akan melibatkan 400 peserta yang terdiri dari perwakilan 40 negara.
KMII begitu penting bagi seluruh umat Islam karena secara garis besar agenda utamanya akan menyikapi perkembangan teknologi internet yang telah merubah tatanan sosial, keagamaan, ekonomi, demokrasi dan politik. Agenda lainnya juga akan merumuskan peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam di era internet sekarang ini.
Diakui atau tidak, internet adalah produk teknologi yang monumental. Karena penetrasi internet meningkat lebih pesat jika dibandingkan dengan produk teknologi sebelumnya, radio dan televisi. Dalam kurun waktu tidak sampai 11 tahun, pengguna internet di dunia dari tahun 2000 sampai awal tahun 2011 telah meningkat 480% (Data Statistik Dunia, 2011). Sekarang ini pengguna internet di seluruh dunia telah mencapai angka 2 miliar pengguna.
Meningkatnya jumlah pengguna internet secara drastis tentu tidak lepas dari pelbagai fungsi yang bisa didapatkan dari intenet. Secara umum internet memiliki dua fungsi, yaitu sebagai alat komunikasi dan sumber (Hargittai 2008; Samsudin, Pawanteh & Salman 2011). Sebagai alat komunikasi internet dapat dijadikan sebagai media berkomunikasi dengan kawan atau keluarga, berdiskusi dan partispasi terhadap pelbagai isu melalui blog, situs media sosial dan media online. Sementara sebagai sumber internet berfungsi untuk mencari informasi, menambah pengetahuan, berbisnis, dan mencari hiburan.
Dari kedua fungsi tersebut, terdapat dua nilai yang dapat diambil. Pertama adalah nilai positif bagi penggunanya. Secara positif para pengguna dapat menghemat biaya dan waktu, mudah mendapatkan informasi dan pengetahuan, mengembangkan gagasan dengan mengunggah tulisan atau karya mereka, dan menyalurkan bakat dan kreatifitasnya. Sementara nilai negatif yang ditimbulkan oleh internet salah satunya adalah terdapat beberapa aplikasi yang belum pantas diakses oleh generasi muda seperti situs pornografi, sex online, dan malah internet juga sudah dijadikan sebagai media untuk membentuk komunitas “Gay” dan “Lesbi”. Hal yang paling mengkhawatirkan lagi adalah banyak pengguna internet di kalangan generasi muda dengan tanpa memiliki rasa malu mereka mengumbar atau mengexsploitasi nafsu sex mereka sendiri melalui situs media sosial, baik dengan kata-kata maupun foto.
Kondisi tersebut tentu sangat berbahaya ketika dibiarkan. Melalui agenda KMII, kita berharap ke depan internet lebih berfungsi untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat Islam bukan sebagai media yang dapat merusak moral generasi Muslim. Kesepahaman pendapat juga harus kita samakan bahwa ancaman dan peperangan yang sesungguhnya dalam era globalisasi ini adalah peperangan dalam media internet. Internet menjadi senjata yang berbahaya ketimbang rudal dan nuklir sekalipun. Karena internet dengan mudah dapat merusak moral generasi Muslim. Ketika generasi sekarang sudah rusak maka generasi yang akan datang juga akan bernasib sama, mungkin lebih parah.
Oleh karena itu, para pihak yang menyelenggarakan KMII harus bekerja keras, sehingga masyarakat Muslim dunia dapat menilai bahwa KMII yang diselenggarakan di negara yang memiliki mayoritas penduduk Muslim bukanlah agenda seremonial saja. Karena selain harga diri bangsa, nasib generasi Muslim sekarang dan yang akan datang menjadi taruhannya. Ketika KMII hanya menjadi acara yang tidak dapat mencetuskan sebuah gagasan baru, maka kondisi generasi Muslim dari segi moralitas dan kepemahaman Islam ke depannya kian terpuruk.
Ukuran suksesnya KMII adalah lahirnya gagasan yang dapat meyakinkan masyarakat Muslim memanfaatkan teknologi internet untuk mengakses informasi keagamaan. Karena konteks “siapa yang menggunakan?” akan lebih bermanfaat ketimbang konteks “bagaimana mengembangkan situs-situs Islam kembali?”.
Kedua konteks tersebut penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dengan argumentasi meskipun situs Islam dalam internet banyak, namun sedikit orang yang mengaksesnya tentu akan menjadi pekerjaan yang sia-sia. Lebih baik memiliki situs Islam yang sedikit, tetapi orang yang mengunjungi situs tersebut banyak.
Gagasan tersebut mungkin bisa terbentuk dengan mengawali pertanyaan siapakah “objek” yang akan dituju ketika kita akan merancang dan mengembangkan situs-situs Islam? Jika objek yang menjadi sasaran adalah generasi muslim, tentu ada strategi yang harus dicari agar mereka mengaksesnya. Karena pelbagai hasil kajian mendapati bahwa di kalangan generasi muda baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah atau Indonesia sekalipun, internet lebih dimanfaatkan untuk menjadi media hiburan dan berkomunikasi dengan kawan-kawan (Branzagh, Heim & Karahasanofic, 2010; Livingstone & Helsper, 2007; Wahid, 2005).
Strategi Meningkatkan Pengguna Situs Keagamaan
Pada tanggal 3-19 Maret 2011 penulis telah menjalankan penelitian tentang penggunaan internet di kalangan generasi Muslim di Indonesia yang berusia 18–25 tahun. Penelitian yang dilakukan telah disponsori oleh lembaga Center for Cross-Cultural Communication and Human Relation in Action (C3HURIA), sebuah lembaga yang bergerak dalam kajian komunikasi lintas agama dan budaya. Responden yang dilibatkan sebanyak 392 dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Kedua Universitas tersebut dijadikan sampel untuk melihat adakah perbedaan antara generasi muslim yang belajar di Universitas berbasiskan agama (UIN) dengan berbasiskan umum (UI) untuk mengakses informasi keagamaan melalui internet.
Penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil yang menggembirakan, di mana 56 persen responden sering memanfaatkan internet untuk mengakses situs keagamaan. Dari hasil yang didapatkan frekuensi mengakses internet bukanlah faktor yang mendorong mereka mengakses situs keagamaan. Demikian juga dengan latarbelakang pendidikan, menjadi mahasiswa di Universitas yang berbasis agama (UIN) maupun umum (UI), tidak menjadi faktor yang membedakan tinggi atau rendahnya tahap mengakses situs keagamaan. Latarbelakang pendidikan di pondok pesantren sedikit membedakan tingkat mengakses situs keagamaan, akan tetapi perbedaan dengan responden yang tidak pernah belajar agama di pondok pesantren tidak terlalu signifikan.
Jadi meskipun seseorang lebih banyak meluangkan waktu di depan internet, memiliki latarbelakang pendidikan agama di pondok pesantren dan kuliah di Universitas yang berbasis agama, ketiga-tiganya tidak menjadi jaminan mereka mengakses situs keagamaan dalam internet.
Adapaun faktor yang mempengaruhi mereka mengakses informasi keagamaan adalah motivasi. Motivasi yang dimaksudkan adalah adanya keperluan dan kepercayaan dengan informasi keagamaan yang ada dalam internet. Selama pengguna tidak merasakan perlu terhadap informasi dan pengetahuan agama, selama itu juga mereka tidak akan mengakses informasi keagamaan.
Terdapat faktor yang membedakan antara mahasiswa UIN dengan UI dari segi mendapatkan motivasi. Mahasiswa UIN mendapatkan motivasi untuk mengakses informasi keagamaan melalui internet disokong oleh tugas kuliah dan keterlibatan mereka dengan organisasi kampus. Sementara mahasiswa UI mendapatkan motivasi lebih disokong oleh organisasi keagamaan di lingkungan kampus.
Jadi untuk mendorong agar generasi muslim mengakses situs keagamaan melalui internet adalah dengan meningkatkan kesadaran kepada mereka bahwa ilmu agama itu penting untuk dimiliki, dikaji dan dipahami. Ketika mereka sudah menganggap ilmu agama penting maka tingkat keperluan mereka juga akan tinggi, dan secara tidak langsung pemanfaatan terhadap internet sebagai medium yang cepat dan mudah juga akan tinggi.
Untuk menyiasatinya adalah pihak Universitas harus lebih mendorong perkembangan organisasi keagamaan di lingkungan Universitas. Batasan yang bisa dilakukan oleh pihak Universitas hanyalah sebatas apakah paham (aliran) organisasi keagamaan tersebut menyimpang dengan ajaran agama Islam atau tidak. Selebihnya adalah memberikan kebebasan bagi mereka untuk berdiskusi, berkumpul dan membuat even. Karena secara tidak langsung berkembangnya organisasi keagamaan di lingkungan kampus juga dapat membantu pihak universitas untuk mengawasi berkembangnya ajaran Islam yang tidak sesuai dengan pemahaman kebanyakan orang.
Pihak Universitas juga harus menggalakkan fasilitas internet di lingkungan kampus. Ini bertujuan agar intensitas mereka dengan teknologi internet juga terbangun. Karena intensitas mengakses juga dapat mengasah kemampuan mereka dalam memanfaatkan internet. Ketika kemampuan mereka tinggi, tentu mereka akan mudah mengaktualisasikan diri mereka dalam dunia maya. Secara otomatis mereka juga akan dapat terlibat dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa yang bermoral dan beragama.
Sabtu, 17 Desember 2011
"Nasib Umat Islam Se-Dunia di Tangan Indonesia”
Posted on 19.08 by Ed Zildjian
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar